Aku menutup mataku. Sebuah kain hitam dilekatkan erat-erat membuat aliran darah menuju kepalaku seolah-olah berhenti. Kupandang kegelapan yang membeku. Dingin. Ruangan itu terasa pengap dan tertutup, menyempitkan ruang gerak, membuatku tercengkeram jauh dari dunia luar. Dadaku sesak. Aku terhimpit dengan segala kehinaan!!
Jantungku berdegup kencang, napasku tersengal satu-satu. Aliran darah seolah berkumpul mengendap di otak, merajam kepalaku dengan duri!! Kukepalkan tanganku kuat-kuat. Suara-suara itu datang lagi!! Kata-kata Putri, cercaan rakyat, dan...dan...vonis itu....Mereka datang lagi!! Terus-menerus berputar mengejekku. Aku sudah tidak tahan lagi!! Aku gemetar, panik. Tidak ada jalan keluar!! TIDAK ADA!! Rasa takut berhasil menangkapku, menjalar di sekujur tubuhku, menggerogoti sumsum tulang, dan akhirnya perlahan melumatku habis dengan segala sakit yang luar biasa. Aku disiksa oleh rasa takutku membuatku ingin berteriak!!
Satu menit....dua menit..... Tidak ada yang berubah, hanya sesekali terdengar derap sepatu tentara di seberang sana. Tubuhku melemas, air mataku meleleh perlahan. Kain hitam di kepalaku mulai basah. Anak istriku,......teman-temanku,.....semuanya......tidak perduli denganku.Aku dicampakkan....dibiarkan terkulai sendirian. Siapa pun....tolong aku.....tolong aku..........percuma....tidak akan ada yang mau menolongku...... Kuhela napas panjang, pasrah. Memoriku perlahan terputar ulang.....mengingatkanku pada segalanya....
LLLL
Awal dari semuanya adalah segepok uang lima puluh juta rupiah yang kudapat dari proyek jalan tol baru. Itu kulakukan karena terpaksa. Doni, atasanku yang terus-terusan mendesakku memanipulasi biaya pembangunan jalan tol itu.
“Ayolah Wo, itu masalah kecil. Kita tidak mungkin ketahuan, toh semua orang percaya padamu. Lagipula tenang saja, nanti kuberikan bagianmu,” katanya dengan enteng.
Aku berpikir dengan penuh spekulasi. Di satu sisi, tentu akan sangat menyenangkan. Bayangkan, hanya duduk dan sedikit mengutak-atik catatan keuangan, lima puluh juta rupiah masuk kantung. Lima puluh juta, hmm....bahkan gajiku sebulan saja tidak sebesar itu!! Aku bisa melakukan banyak hal dengan uang itu. Namun di sisi lain, kalau ketahuan aku bisa dituntut dan masuk penjara. Lalu, bagaimana keluargaku??
“Ah, ini juga kan untuk kepentingan ekonomi keluargamu. Coba bayangkan, Wo, istrimu bisa belanja dengan lebih leluasa, tanpa memikirkan uang yang harus dibayar. Anakmu, si Bayu itu senang main game, kan? Nah, coba pikir, dengan uang tambahan ini, kau bisa membelikannya PSP yang baru!! Mereka pasti senang, Wo,” lanjut Doni lagi.
‘Hei, ingat konsekuensinya, kau bisa dipenjara!! Lagipula itu perbuatan haram berdosa dan dibenci Tuhan!’ sergah suara hatiku. Aku terhenyak kebingungan, entah langkah apa yang harus kuambil.
’Ah, sekali-sekali kan tidak mungkin ketahuan. Kau dikenal sebagai orang yang baik, tidak mungkin ada orang yang mencurigaimu. Lima puluh juta, Dewo, lima puluh juta, bukankah itu sangat menguntungkan??’ terdengar lagi suara hatiku yang lain. Benar juga. Hanya sekali ini, toh tidak ada salahnya. Lagipula semua ini kulakukan untuk keluargaku. Dan Tuhan juga pasti bisa memakluminya.
Dalam sekejap, uang ’tambahan’ itu masuk dompetku dengan mulus. Bayu sangat senang saat aku membelikannya Play Station baru dan komputer pribadi. Namun, tanggapan Putri berbeda. Dahinya terkernyit saat ia kuberikan kalung emas dan tambahan uang belanja.
“Dari mana kau dapat uang sebanyak ini, Wo? Sekarang kan belum saatnya gajian,“ tanyanya. Seketika itu juga aku tergugup gelisah. Apa yang sebaiknya kulakukan? Memberitahunya kalau aku korupsi? Apa tanggapannya nanti? Marah, senang atau apa? Tapi, kalau aku tidak jujur, aku hanya akan mengoleksi satu dosa lagi. ....ah, hanya dosa kecil, tidak apa-apa. Setiap orang kan pasti pernah bohong putih, bohong untuk kebaikan.
"Oh,...bonus perusahaan. Ya lumayanlah Put, sedikit rejeki," kataku berdalih. Untunglah kecurigaan Putri berhenti sampai di situ. Nanti saja, kapan-kapan akan kuberitahu dia.
Sebuah proyek lain datang. Doni kembali datang padaku dan menyuruhku korupsi lagi. Awalnya aku menolak dengan alasan takut ketahuan. Namun, ia mengiming-imingiku dengan uang jauh yang lebih besar. Dua ratus juta rupiah. Berlipat-lipat ganda dari gaji bulananku. Aku tergiur mendengarnya, apalagi keluargaku bahagia. Lagipula yang kemarin itu tidak ketahuan. Selanjutnya, pikiranku penuh dengan hal-hal yang bisa kulakukan dengan dua ratus juta rupiah.
Beberapa bulan kemudian, aku mulai terbiasa dengan 'keju tambahan' dari proyek-proyek yang kuurus. Apalagi tidak ada orang yang curiga, aku jadi makin leluasa. Lama kelamaan dua ratus juta rupiah berlipat ganda jadi empat ratus juta, delapan ratus juta, bahkan sampai milyaran rupiah. Aku dan beberapa pejabat lain juga sempat pergi ke Finlandia, dengan kedok belajar kebudayaan di sana. Hahaha....padahal nyatanya kami menghabiskan uang rakyat untuk berfoya-foya.
Doni sudah mulai macam-macam. Ia selalu ingin bagian yang lebih besar, padahal aku yang memanipulasi anggaran. Aku harus segera menyingkirkannya. Tentu saja itu masalah mudah. Kulaporkan dia ke polisi dengan tuduhan penggelapan uang. Dengan menyogok beberapa bawahan untuk menjadi saksi, dalam sekejap Doni meringkuk di balik jeruji.
Saat ini hidupku makin makmur. Hanya duduk santai tanpa melakukan apa-apa, milyaran rupiah mengalir dengan sendirinya. Ya, walaupun takut ketahuan, tapi tetap saja tidak sebanding dengan hasilnya. Ah, jadi pejabat itu memang enak!! Namun Putri, istriku mulai curiga dari mana milyaran rupiah itu datang. Ia bertanya dan kupikir sudah waktunya kuberitahu dia. Jadi dengan enteng aku jujur padanya kalau aku korupsi. Tak kusangka raut wajahnya berubah. Putri benar-benar terkejut dan tiba-tiba menjadi sangat marah. Ia tidak setuju dengan sikapku, sedangkan aku terus bersikeras kalau semua yang kulakukan ini benar. Kami bertengkar hebat.
"Dasar jahanam!! Penipu brengsek!! Itu uang rakyat, Dewo!! Jadi selama ini, kau menghidupiku dan Bayu dengan uang haram?!!" teriaknya marah sambil melemparkan semua perhiasan dan barang-barang yang kubelikan untuknya. "Kau tidak lihat, rakyat semakin miskin?! Harusnya kau sebagai pejabat memberikan kesejahteraan, bukannya malah mengerogoti uang mereka!! Tak kusangka, Wo, ternyata kau sama saja dengan sampah negara!!"
"Apa salahnya?!!" aku balas berteriak. "Semua pejabat pasti korupsi. Lagipula untuk apa kau pikirkan rakyat, gembel-gembel kecil yang hanya bikin susah itu, hah?! Justru mereka yang sampah negara!! Dengar Put, biar saja mereka makan kotoran, yang penting kita kaya, kita makmur!!"
Putri memandangku dengan sangat benci. "Setan sedang duduk di bahumu, Dewo, menutup mata hatimu, hingga kau bertingkah laku sehina ini!! Tuhan akan menghukummu, Dewo, Tuhan pasti menghukummu!!"
Huh, omong kosong itu semua!! Putri tolol! Dia malah membawa Bayu pergi ke rumah orang tuanya. ....biar saja dia sengsara dengan kebodohannya. Dan Tuhan? Hahaha....Tuhan itu tidak mampu berbuat apa-apa!! Omong kosong kalau Dia bisa menghukumku!!
LLLL
Keesokan harinya, pintu rumahku diketuk. Dan betapa terkejutnya aku saat melihat siapa yang ada di baliknya. Beberapa polisi membawa surat penangkapanku dengan tuduhan korupsi 1,9 triliun rupiah! Sial!! Ini pasti ulah anak buah Doni yang balas dendam. Ah, ini masalah kecil!! Aku hanya perlu mengeluarkan beberapa BMW untuk hakim dan pejabat hukum lain, ya, seperti yang dilakukan pejabat-pejabat lain. Selanjutnya, aku bisa bebas!!
Mati aku. Ternyata mereka 'bersih' dan sogokanku itu malah memberatkan tuduhanku. Saat hakim membacakan vonis hukuman, rasanya aku seperti disambar petir. Tubuhku gemetar lemas. Putri, yang menghadiri sidang itu sampai berteriak histeris mendengarnya.
Aku divonis hukuman mati.
LLLL
Perintah penembakan yang baru saja diteriakkan membawaku kembali ke ruangan pengap itu. Aku menghela napas panjang, lalu menengadah. Mengapa penyesalan selalu datang terlambat?.....andai aku bisa mengulang semuanya.....aku tidak akan menuruti bujukan Doni....aku tidak akan mudah terbius hingga terperangkap jerat korupsi....andai waktu itu aku memikirkan nasib rakyat....tentu aku tidak akan ada di sini....tentu Putri tidak perlu menerima hinaan dari tetangga....dan Bayu....dia tidak akan menjadi seorang anak yatim.....Tuhan....ampuni aku...... Aku terlalu bebal!! Aku terlalu rakus!!
"Tiga!!" teriakan rakyat terngiang di telingaku. 'Brengsek!! Jahanam!!'
"Dua!!" ...'dasar binatang kudisan hina!!'
"Satu!!" terdengar suara letusan senapan dan selanjutnya sesuatu menembus kepalaku................
LLLL
Aku bisa merasakan tubuhku melayang ringan. Sementara itu, kusaksikan Putri dan Bayu sedang menangis kelu di dekat sebuah gundukan tanah yang masih merah. Di baliknya terbaring jasadku terbujur kaku. Keserakahan akan uang dan kekayaan telah mengantarku kepada kematian yang sia-sia.
Seekor setan menyeringai dari balik batu nisanku. Menertawakanku tiada henti-hentinya, sambil berteriak puas, "AKU MENANG!!!"
LLLL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar